EVALUASI PROGRAM RASKIN
PENDAHULUAN
Program Raskin bertujuan untuk
mengurangi beban pengeluaran dari rumah tangga miskin sebagai bentuk dukungan
dalam meningkatkan ketahanan pangan dengan memberikan perlindungan sosial
beras murah dengan
jumlah maksimal 15 kg/ rumah tangga miskin/bulan dengan harga Rp.
1.600/kg netto dititik distribusi. Sasaran dari Program Raskin ini adalah meningkatkan
akses pangan kepada keluarga miskin untuk memenuhi kebutuhan pokok dalam rangka
menguatkan kebutuhan pangan rumah tangga dan mencegah penurunan konsumsi energi
dan protein. Dalam memenuhi kebutuhan
pangan tersebut, Program Raskin perlu dilaksanakan agar masyarakat miskin
benar-benar bisa merasakan manfaatnya, yakni dapat membeli beras berkualitas
baik dengan harga terjangkau Pagaden merupakan salah satu dari 30 kecamatan yang
mendapat Program Raskin di Kabupaten Subang. Berdasarkan Keputusan Camat Pagaden Nomor
08/ADM-EK/88/2011 tanggal 11 Januari 2011, bahwa Alokasi Rumah Tangga
Sasaran (RTS) Raskin untuk Kecamatan Pagaden
untuk Tahun 2008, alokasi Raskin sebanyak
121.220kg/tahun untuk 836 rumah tangga miskin, tahun 2009, alokasi Raskin
sebanyak 145.800kg/tahun untuk
810 rumah tangga miskin, tahun
2010, alokasi Raskin yang diberikan hanya sebanyak 111.696 kg/tahun
untuk716 rumah tangga miskin. Pada tahun 2011 sebanyak 128.880 kg/Tahun
untuk 716 Rumah Tangga Miskin. Dalam pelaksanaan pembagian beras Raskin di
lapangan, pemerintah kecamatan berpedoman kepada Pedoman Umum Raskin dari
Kabupaten Kampar
yang diterbitkan oleh Direktoral Jenderal Pemberdayaan
Masyarakat dan Desa Departemen Dalam Negeri dengan Perum Bulog
No. 412.6/2274/PMD Tahun 2011,
dan telah ditetapkan
petunjuk teknis pelaksanaan
program Raskin melalui surat Bupati Kampar
No. 466 / Adm – EK/88/2010 tanggal 10
Desember 2010 tentang petunjuk
teknis pelaksanaan program Raskin, yang akan menjadi pedoman dan acuan
dalam pelaksanaan operasional penyaluran Raskin di Kabupaten Subang untuk lebih
menjamin tepat sasaran, tepat jumlah, tepat harga, tepat waktu, tepat
administrasi dan tepat kualitas untuk masyarakat miskin.Pada kenyataannya,
tujuan mulia pemerintah memberikan bantuan kepada keluarga miskin tidak luput
dari penyimpangan. Program Raskin yang semestinya disalurkan kepada keluarga miskin
ternyata banyak dinikmati oleh kelompok masyarakat lain
(keluarga sejahtera). Salah sasaran ini banyak disebabkan oleh human error, dimana petugas dilapangan justru
membagikan beras Raskin kepada keluarga dekat atau bahkan kepada aparat desa
itu sendiri. Sukirno (1996) mengemukakan pembangunan ekonomi
perlu dipandang sebagai
meningkatnya pendapatan kesejahteraan ekonomi masyarakat. Hal
ini mencerminkan adanya
perbaikan dalam kesejahteraan ekonomi
masyarakat. Kemudian bagi negara berkembang kegiatan pembangunan ekonomi
ditujukan untuk mengurangi kemiskinan dengan jalan perbaikan perbaikan
pendapatan perkapita masyarakat dan perbaikan di berbagai sektor. Kesejahteraan
dapat diartikan sebagai ting-
kat kemampuan seseorang dalam memenuhi kebutuhan primernya
(basic needs) berupa sandang, pangan,
papan, pendidikan, dan kesehatan. Tapi definisi kesejahteraan
dapat juga merupakan tingkat aksesibilitas seseorang dalam
kepemilikan faktor-faktor produksi yang
dapat ia manfaatkan dalam suatu proses produksi dan ia memperoleh
imbalan bayaran (compensations)
dari penggunaan
faktor-faktor produksi tersebut.Semakin
tinggi seseorang mampu meningkatkan pemakaian faktor-faktor produksi yang ia
kuasai maka semakin tinggi tingkat kese-
jahteraan yang
diraihnya. Demikian pula sebaliknya, orang menjadi miskin karena
tidak punya akses yang luas dalam memiliki faktor- faktor produksi walaupun
faktor produksi itu adalah dirinya sendiri. Kemiskinan dan kesejahteraan ibarat
dua sisi mata
uang yang tidak terlepas dimana pun diletakkan.Tujuan
penelitian ini adalah untuk menganalisis serta mengevaluasi Pelaksanaan Program
Bantuan Beras Bersubsidi untuk Rumah Tangga Miskin (Raskin) di Kecamatan Pagaden
Kabupaten Subang
METODE
Penelitian ini menggunakan pendekatam kualitatif.
Pemilihan disain kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan
data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan
perilaku yang diamati. Adapun subjek penelitian ini adalah orang yang
memberikan informasi dan kondisi yang berkaitan dengan masalah penelitian.
Pengumpulan data dilakukan dengan teknik snow ball sampling atau bola salju, yaitu teknik penentuan sumber informasi
seperti bola salju yang menggelinding untuk menemukan sumber informasi yang
paling tepat. Sumber data diperoleh dari data primer, yaitu data yang diperoleh
langsung para informan
kunci penelitian setelah mereka
memberikan jawaban atau tanggapan
teknik wawancara mendalam.
Sementara data sekunder merupakan dokumen dan data tambahan yang berkaitan dengan
penelitian ini.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Evaluasi Pelaksanaan Program
Raskin
Program
Raskin merupakan program nasional dalam
rangka penanggulangan
kemiskinan di Indonesia. Pelaksanaan program Raskin diatur sedemikian
rupa melalui juklak/ juknis yang telah
disusun oleh Pemerintah. Walaupun telah
diatur dengan jelas
tentang pengelolaan beras Raskin,
namun pada saat pelaksanaan di lapangan
sering terjadi penyimpangan-penyimpangan. Oleh karena itu, pelak-
sanaan program raskin di
lapangan perlu di evaluasi.
Indikator yang digunakan
untuk mengevaluasi pelaksanaan program raskin bertujuan untuk mengukur
sejauh mana pelaksanaan program Raskin berjalan. Tingkat efektifitas dari
pelaksanaan program Raskin di Kecamatan pagaden adalah sebahagian besar responden memberikan
jawaban kurang efektif yaitu dengan rata-rata 59,47 persen, dan 17,05 persen
memberikan jawaban efektif, sedangkan sisanya 23,48 persen memberikan jawaban
tidak efektif. Masyarakat miskin tidak memperoleh bantuan
Raskin setiap
periodenya. Hal ini terjadi karena
lambatnya petunjuk teknis pelaksanaan tentang program Raskin dari Kabupaten,
sehingga Kecamatan menjadi
kewalahan dalam melaksanakan penyaluran Raskin. Disamping itu
Pelaksana Distribusi Raskin tingkat Desa mengalami kesulitan mengumpulkan uang
warga. Selain daripada itu, lambatnya petugas Kecamatan Dalam hal ini Tim Raskin
di tingkat Kecamatan
dalam mengurus pelaksanaan dan penyaluran Raskin dari Kabupaten hingga
sampai titik distribusi hingga ditingkat Desa.Adanya pembayaran uang Raskin di
muka juga membuat terhambatnya waktu penyaluran Raskin, karena setiap Desa
tentunya mengumpulkan uang terlebih
dahulu ke pihak Kecamatan, baru disetorkan ke Kansilog, setelah uang
lunas, barulah Kansilog
mau menyalurkan beras Raskin ke titik distribusi di Desa-desa. Sebetulnya
harga yang ditetapkan belum
begitu terjangkau oleh semua masyarakat
penerima Raskin, tetapi karena sudah ditetapkan oleh Desa dengan alasan telah
melalui rapat Desa, masyarakat hanya bisa menerima saja. Dari pengamatan
penulis di lapangan khususnya di Desa
Pantai Raja dan Kampung Pinang yang
kehidupan masyarakatnya lebih miskin dari Desa lain, penulis jumpai banyak yang
hanya mengambil separuh saja berasnya,
dan separuhnya lagi dijual ke pedagang untuk ditukarkan
dengan uang kembali dengan harga berkisar Rp. 4.000 s/d 6.500/kg untuk
dibelikan ikan dan kebutuhan
lain yang diperlukan. Seperti yang
terjadi pada penyaluran bulan September 2012 untuk periode II dan III, setiap
RTS yang seharusnya menerima 15 kg x 6
bulan x Rp. 1.600 = 144.000, tetapi yang terjadi setiap RTS hanya menerima 10
kg
x 6 bulan x Rp. 2.500 = 150.000. Ini
kelihatan sekali sangat memberatkan masyarakat penerima Raskin, sehingga banyak
beras Raskin dijual kembali ke pedagang di warung-warung yang ada di desa. Selain
daripada itu, adanya penambahan harga beras Raskin untuk pembelian plastik,
karet dan operasional petugas Raskin juga menunjukkan bahwa
program Raskin tidak
sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Pada petujuk teknis
dengan jelas sudah diatur bahwa harga
beras Raskin Rp.
1.600, tetapi pada pelaksanaannya menjadi
Rp. 2.500. Hal
ini menandakan bahwa Tim Raskin baik Kabupaten maupun Kecamatan tidak tuntas
membahas segala permasalahan yang terjadi dilapangan, sehingga pada
akhirnya masyarakat miskin itu sendiri yang menanggung beban biaya tersebut. Keluarga
miskin tidak memperoleh bobot raskin yang sesuai ketentuan yang berlaku yaitu 15
kilogram setiap periode penerimaan. Ini di-
sebabkan karena data yang tidak akurat
antara BPS dan data dari desa. Disamping itu juga ditemukan adanya anggapan
dari masyarakat yang ada di
desa-desa bahwa program
ini merupakan program bagi-bagi dari pusat kepada masyarakat yang ada di
desa, jadi masyarakat berpendapat bahwa semuanya berhak
mendapatkan program ini. Hal ini dapat
terjadi karena kurangnya sosialisasi baik dari tingkat Kabupaten dan juga
tingkat Kecamatan kepada masyarakat bahwa yang mendapat beras Raskin adalah
betul-betul warga miskin yang ada di Desa. Pada akhirnya tujuan dan sasaran
program Raskin yang diinginkan tidak tercapai.Kemudian adanya bobot Raskin yang
tidak sesuai di beberapa karung yang
disalurkan Kansilog Kampar ke Desa-desa juga ikut mempengaruhi bobot
penerimaan beras Raskin ke masyarakat. Raskin
yang diberikan kepada masyarakat
dengan tujuanmengurangi beban kelurga
miskin dan agar memperoleh hidup lebih layak lagi dan seimbang dengan
masyarakat kebanyakan. Hal ini
apabila masih dirasakan
keberatan bagi keluarga miskin
berarti tujuan program Raskin
masih belum tercapai.
1. Indikator kecukupan
Indikator kecukupan atas program Raskin
yaitu seberapa jauh pencapaian hasil yang diinginkan dalam pemecahan masalah.
Indikator kecukupan dapat diukur melalui:
a) Tingkat kemampuan RTM membeli beras berkualitas
;
b) Tingkat pengaruh Raskin terhadap
pengeluaran mRTM. Tingkat kecukupan dari
pelaksanaan program Raskin di Kecamatan Pagaden adalah
sebahagian besar responden memberikan jawaban Kecukupan yaitu dengan rata-rata 46,02 persen, dan
40,91 persen memberikan jawaban kurang kecukupan, sedangkan sisanya
13,07 persen memberikan jawaban tidak
kecukupan. Sebenarnya program beras Raskin ini meringankan beban
keluarga miskin dalam membeli beras untuk kebutuhan sehari-hari, sepanjang dalam
pelaksanaanya tepat sasaran
yang diharapkan. Dapat dilihat bahwa
masyarakat senang dengan adanya program ini, dan menyatakan bahwa program
ini harus tetap dijalankan asalkan waktu pelaksanaan
dan jumlahnya harus sesuai dengan ketentuan.
2. Indikator perataan
Perataan adalah suatu kebijakan otonomi
daerah yang memberikan kewenangan dari daerah untuk menguasai dan mengelola
sejumlah sumberdaya.Indikator perataan dapat diukur melalui :
a) Seluruh RTM memperoleh Raskin ;
b) Perlakuan yang sama untuk RTM ;
c) Raskin sesuai dengan kebutuhan RTM.
Tingkat perataan dari pelaksanaan
program Raskin di Kecamatan Perhentian Raja adalah sebahagian besar responden
memberikan jawaban sudah ada perataan yaitu dengan rata-rata 36,42 persen, dan
32,05 persen memberikan jawaban kurang perataan, sedangkan sisanya 31,53 persen
memberikan jawaban tidak pera-
taan. Namun demikian perataan yang
dilakukan oleh desa sebenarnya tidak sesuai dengan ketentuan karena masyarakat
yang tidak miskin juga menerima program Raskin. Semua warga yang telah di data
ulang oleh pihak desa, memperoleh
bantuan beras Raskin, hanya saja karena
data warga miskin di desa lebih banyak dari data yang diajukan oleh BPS, beras
Raskin yang diterima menjadi 10 kg setiap warga dengan alasan perataan.
Analisis Atas Hasil yang Dicapai
Pelaksanaan Program
Dari beberapa penjelasan dan data yang penulis dapatkan,
maka dapat pula
penulis lakukan analisis atas
hasil evaluasi (output)
terhadap pelaksanaan program Raskin di Kecamatan Pagaden yaitu sebagai berikut:
1. Kurangnya pemahaman tentang RTS Hasil
penelitian menunjukkan bahwa dalam
dalam pentargetan ditemui adanya kesalahan sasaran (mistargeting). Hal ini terindikasi dari adanya rumah
tangga tidak miskin yang menjadi penerima Raskin (leakage). Beberapa faktor yang diperkirakan
penyebab kesalahan sasaran adalah:
1) Tidak meratanya kapasitas pencacah
yang tidak ditunjang oleh pelatihan dan bimbingan yang memadai;
2) Cukup tingginya subyektivitas
pencacah dan juga ketua-ketua SLS (Satuan Lingkungan Setempat) yang bertugas
mendaftar rumah tangga miskin;
3) Prosedur penyaringan rumah tangga
miskin (RTS) tidak dilakukan secara seksama;
4) Pencacah tidak selalu mendatangi
rumah tangga yang dicacah;
5) Konsep keluarga atau rumah tangga
sasaran (RTS) Raskin tidak ditetapkan secara tegas.
6) Kurangnya koordinasi antara pencacah
yang berasal dari BPS dengan aparat yang ada di RT/RW/Dusun/Desa Dari hasil
pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa :
1) Alokasi pentargetan
kewilayahan sampai tingkat
kecamatan relatifbelum cukup baik, belum sesuai dengan jumlah penduduk
miskinnya
2) Terdapat indikasi bahwa pendaftaran
rumah tangga miskin susulan kurang selektif.
3) Adanya anggapan sebagian besar
masyarakat, karena program ini
program pusat, oleh karena itu semua masyarakat berhak
mendapatkan beras raskin Sebenarnya sebahagian masyarakat tahu siapa sasaran Raskin
(RTS), akan tetapi karena kondisi dan pemahaman masyarakat, maka pada
pelaksanaannya berdasarkan
kesepakatan warga mengambil kebijakan untuk membagi rata jatah Raskin
pada semua warga. Pembagian jatah Raskin secara merata ini sebetulnya telah memberikan
gambaran bahwa terjadi kesalahan
dalam
proses pendataan terhadap
keluarga miskin. Tidak adanya sinkronisasi data antara BPS dan aparat
Desa serta tidak adanya aturan yang baku tentang kriteria rumah miskin, menjadi
persoalan yang mendasar yang menyebabkan terjadinya kesalahpahaman mengenai
Rumah Tangga sasaran. Ketika jatah Raskin didasarkan pada sistem alokasi
menururt data dari Desa, maka akan terjadi
mekanisme pengurangan jumlah
beras yang diterima oleh rumah tangga sasaran Raskin.
2. Ketepatan sasaran Program Raskin Penentuan
RTS yang dapat menerima Raskin adalah yang sudah diputuskan BPS, berupa kartu yang
sudah ada nama dan alamatnya. Tetapi tetap saja ada warga miskin yang tidak
dapat Raskin, karena tidak terdata
oleh BPS. Sebaliknya warga yang cukup mampu mendapatkan
kartu
dari BPS, sehinggamenimbulkan keresahan. Ini disebabkan
karena kurangnya koordinasi antara BPS yang melakukan pendataan dengan aparat Desa
setempat, akibatnya banyak pendataan yang tidak sesuai.Untuk mengatasi masalah
ini kepala desa berperan dalam mengatur pembagian Raskin
kepada warganya. Dari
segi
pendataan juga terdapat perbedaan
antara BPS dan masyarakat miskin yang sebenarnya di Desa. Ini disebabkan
kurangnya koordinasi antara BPS
dan Aparat Desa. Disamping itu juga
adanya perbedaan kriteria masyarakat miskin menurut BPS dan masyarakat miskin
menurut Desa juga melatarbelakangi tidak samanya data yang ada.
3. Manfaat Raskin yang diterima oleh
RTS Secara umum tingkat kepuasan penerima
terhadap pelaksanaan Raskin adalah kurang memuskan bagi penerima Raskin,
ini disebabkan karena pelaksanaanya belum
sesuai dengan petunjuk
pelaksanaan program Raskin yang telah ditetapkan. Ada perbedaan penilaian
terhadap
keberadaan Raskin. Sebagian besar tokoh
masyarakat kurang setuju dengan adanya bantuan Raskin ini karena menganggap
Raskin sebagai”program yang
hanya memberi ikan,
bukannya kail”,
sedangkan sebagian
tokoh masyarakat lainnya setuju
sepanjang pelaksanaannya tepat
sasaran. Sementara itu, dari sisi
masyarakat penerima itu sendiri merasa
terbantu dengan keberadaan Raskin dan mereka menilai keberadaan program raskin
tidak mempengarui semangat kerja mereka dalam meghidupi keluarga. Pedoman umum
Raskin menunjukkan bahwa
tujuan program Raskinadalah mengurangi
beban pengeluaran rumah tangga miskin melalui pemenuhan pembagian kebutuhan pangan pokok dalam bentuk beras.
Masyarakat(RTS) sangat senang,
merasa mendapatkan manfaat,
dan
terbantu dalam pemenuhan kebutuhan
pangan pokok berupa beras. Hanya saja manfaat yang diterima masyarakat hanya
bersifat sementara, artinya bantuan
Raskin ini, tidak dapat membuat masyarakat keluar dari garis kemiskinan. Selain
daripada itu, waktu yang terbatas
membuat program Raskin tidak berjalan seagaimana mestinya. Pelaksanaan program
Raskin terkesan dipaksakan. Keterbatasan waktu tersebut juga turut mempengaruhi
keberhasilan pelaksanaan masing- masing tahapan dan keseluruhan program.
4. Perubahan Kondisi RTS Setelah
Mendapatkan Raskin Suatu program yang bertujuan mengubah sikap dan perilaku
kelompok sasaran relatif lebih sulit diimplementasikan dari pada program yang sekedar
memberikan bantuan kredit atau bantuan beras
kepada kelompok masyarakat
miskin (Subarsono,2005). Dengan adanya program Raskin, masyarakat yang
tadinya tidak mampu membeli beras, diharapkan kemudian berubah
menjadi terbantu dan mampu untuk
membeli karena harganya relatif murah. Perubahan yang diinginkan dengan adanya program
ini, bagi RTS mampu membeli beras untuk
kebutuhan sehari-hari, walaupun pada kenyataannya manfaat
yang didapat hanya sesaat, dan ternyata program ini belum
mampu mengurangi tingkat kemiskinan di Kecamatan Pagaden . Dan
dapat dikatakan juga bahwa bantuan Raskin ini belum mampu
membuat keluarga miskin menjadi keluarga sejahtera
yang bebas dari fikiran hanya untuk
membeli beras dengan harga terjangkau di
Kecamatan Pagaden Seharusnya dalam
membuat dan menjalankan sebuah program seperti program Raskin ini, yang perlu
diperhatikan adalah adanya masukan dan keinginan masyarakat dalam memuaskan kebutuhan
seperti kepuasan masyarakat terhadap bantuan Raskin, terpenuhinya kebutuhan beras
bagi masyarakat, dan terjawabnya keluhan masyarakat akan kebutuhan pangan. Hal
ini
sejalan dengan yang disampaikan Dwiyanto (2002), bahwa kemampuan
organisasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas
layanan, mengembangkan program-program
pelayanan publik sesuai dengan
kebutuhan dan aspirasi
masyarakat merupakan hal yang perlu diperhatikan.
SIMPULAN
Pelaksanaan program bantuan Raskin ke pada
keluarga miskin di Kecamatan Pagaden dalam kategori kurang baik. Dilihat dari efektifitas
pelaksanaan masuk dalam kategori kurang efektif ini berarti bahwa bantuan yang diterima
belum meringankan beban keluarga miskin dalam membeli beras untuk kebutuhan
sehan-hari. Masyarakat belum memperoleh
ban- tuan raskin dan pemerintah setiap periodenya. Harga yang ditetapkan
walaupun masih terjangkau tetapi agak memberatkan keluarga miskin dan tidak
sesuai dengan aturan yang berlaku. Dari
indikator kecukupan pelaksanaan program
masuk dalam kategori belum mencukupi. Bantuan raskin tidak mampu mengurangi
tingkat kemiskinan keluarga miskin. Dari indikator perataan pelaksanaan masuk
dalam kategori kurang merata, artinya beras yang diberikan
tidak disesuaikan dengan banyaknya
jumlah anggota
dalam sebuah keluarga.
DAFTAR RUJUKAN
Arifin, Bustanul. 2001. Ekonomi
Politik dan Kebijakan Publik. Jakarta: Gramedia
Widiasarana Indonesia Arikunto. 2004. Evaluasi Program Pendidikan:
Pedoman Teoritis bagi Praktisi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Dunn, William.
2003. Pengantar
Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta:
Gadjah
Mada Universitas Press. Dwiyanto. 2002. Reformasi Birokrasi Publik
di
Indonesia. Yogyakarta:
Pusat Studi Kependudukan dan
Kebijakan UGM.
Yusuf Farida. 2008. Evaluasi Program dan Instrumen Evaluasi
untuk Program
Pendidikan
dan Penelitian. Jakarta: Rineka
Cipta.