Sabtu, 22 November 2014



EVALUASI PROGRAM RASKIN


PENDAHULUAN
Program Raskin bertujuan untuk mengurangi beban pengeluaran dari rumah tangga miskin sebagai bentuk dukungan dalam meningkatkan ketahanan pangan dengan memberikan perlindungan  sosial  beras  murah  dengan  jumlah maksimal 15 kg/ rumah tangga miskin/bulan dengan harga Rp. 1.600/kg netto dititik distribusi. Sasaran dari Program Raskin ini adalah meningkatkan akses pangan kepada keluarga miskin untuk memenuhi kebutuhan pokok dalam rangka menguatkan kebutuhan pangan rumah tangga dan mencegah penurunan konsumsi energi
dan protein. Dalam memenuhi kebutuhan pangan tersebut, Program Raskin perlu dilaksanakan agar masyarakat miskin benar-benar bisa merasakan manfaatnya, yakni dapat membeli beras berkualitas baik dengan harga terjangkau Pagaden   merupakan salah satu dari 30 kecamatan yang mendapat Program Raskin di Kabupaten Subang. Berdasarkan Keputusan Camat Pagaden  Nomor  08/ADM-EK/88/2011  tanggal  11 Januari 2011, bahwa Alokasi Rumah Tangga
Sasaran (RTS) Raskin untuk Kecamatan Pagaden  untuk Tahun 2008, alokasi Raskin sebanyak 121.220kg/tahun untuk 836 rumah tangga miskin, tahun 2009, alokasi Raskin sebanyak  145.800kg/tahun  untuk  810  rumah tangga miskin, tahun 2010, alokasi Raskin yang diberikan hanya sebanyak 111.696 kg/tahun
untuk716 rumah tangga miskin.  Pada tahun 2011 sebanyak 128.880 kg/Tahun untuk 716 Rumah Tangga Miskin. Dalam pelaksanaan pembagian beras Raskin di lapangan, pemerintah kecamatan berpedoman kepada Pedoman Umum Raskin dari
Kabupaten  Kampar  yang  diterbitkan  oleh Direktoral Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Departemen Dalam Negeri dengan Perum  Bulog  No.  412.6/2274/PMD  Tahun 2011,  dan  telah  ditetapkan  petunjuk  teknis pelaksanaan program Raskin melalui surat Bupati Kampar  No. 466 / Adm – EK/88/2010 tanggal 10  Desember  2010 tentang  petunjuk  teknis pelaksanaan program Raskin, yang akan menjadi pedoman dan acuan dalam pelaksanaan operasional penyaluran Raskin di Kabupaten Subang untuk lebih menjamin tepat sasaran, tepat jumlah, tepat harga, tepat waktu, tepat administrasi dan tepat kualitas untuk masyarakat miskin.Pada kenyataannya, tujuan mulia pemerintah memberikan bantuan kepada keluarga miskin tidak luput dari penyimpangan. Program Raskin yang semestinya disalurkan kepada keluarga miskin ternyata banyak dinikmati oleh kelompok masyarakat  lain  (keluarga  sejahtera).  Salah sasaran ini banyak disebabkan oleh human error, dimana petugas dilapangan justru membagikan beras Raskin kepada keluarga dekat atau bahkan kepada aparat desa itu sendiri. Sukirno (1996) mengemukakan pembangunan  ekonomi  perlu  dipandang  sebagai  meningkatnya pendapatan kesejahteraan ekonomi masyarakat.  Hal  ini  mencerminkan  adanya
perbaikan dalam kesejahteraan ekonomi masyarakat. Kemudian bagi negara berkembang kegiatan pembangunan ekonomi ditujukan untuk mengurangi kemiskinan dengan jalan perbaikan perbaikan pendapatan perkapita masyarakat dan perbaikan di berbagai sektor. Kesejahteraan dapat diartikan sebagai ting-
kat kemampuan seseorang dalam memenuhi kebutuhan  primernya  (basic  needs)  berupa sandang,  pangan,  papan,  pendidikan,  dan kesehatan. Tapi definisi kesejahteraan dapat juga merupakan tingkat aksesibilitas seseorang dalam
kepemilikan faktor-faktor produksi yang dapat ia manfaatkan dalam suatu proses produksi dan ia  memperoleh  imbalan  bayaran  (compensations) dari penggunaan
faktor-faktor produksi tersebut.Semakin tinggi seseorang mampu meningkatkan pemakaian faktor-faktor produksi yang ia kuasai maka semakin tinggi tingkat kese-
jahteraan  yang  diraihnya.  Demikian  pula sebaliknya, orang menjadi miskin karena tidak punya akses yang luas dalam memiliki faktor- faktor produksi walaupun faktor produksi itu adalah dirinya sendiri. Kemiskinan dan kesejahteraan  ibarat  dua  sisi  mata  uang  yang  tidak terlepas dimana pun diletakkan.Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis serta mengevaluasi Pelaksanaan Program Bantuan Beras Bersubsidi untuk Rumah Tangga Miskin (Raskin) di Kecamatan Pagaden
Kabupaten Subang

METODE
Penelitian ini menggunakan pendekatam kualitatif. Pemilihan disain kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Adapun subjek penelitian ini adalah orang yang memberikan informasi dan kondisi yang berkaitan dengan masalah penelitian. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik snow ball sampling atau bola salju, yaitu teknik penentuan sumber informasi seperti bola salju yang menggelinding untuk menemukan sumber informasi yang paling tepat. Sumber data diperoleh dari data primer, yaitu data yang diperoleh langsung para informan
kunci penelitian setelah mereka memberikan jawaban  atau  tanggapan  teknik  wawancara mendalam. Sementara data sekunder merupakan dokumen dan data tambahan yang berkaitan dengan penelitian ini.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Evaluasi Pelaksanaan Program Raskin
Program  Raskin  merupakan  program nasional  dalam  rangka  penanggulangan
kemiskinan di Indonesia.  Pelaksanaan program Raskin diatur sedemikian rupa melalui juklak/ juknis  yang  telah  disusun  oleh  Pemerintah. Walaupun  telah  diatur  dengan  jelas  tentang pengelolaan  beras Raskin, namun pada  saat pelaksanaan di lapangan sering terjadi penyimpangan-penyimpangan. Oleh karena itu, pelak-
sanaan program raskin  di  lapangan  perlu  di evaluasi.  Indikator  yang  digunakan  untuk mengevaluasi pelaksanaan program raskin bertujuan untuk mengukur sejauh mana pelaksanaan program Raskin berjalan. Tingkat efektifitas dari pelaksanaan program Raskin di Kecamatan pagaden  adalah sebahagian besar responden memberikan jawaban kurang efektif yaitu dengan rata-rata 59,47 persen, dan 17,05 persen memberikan jawaban efektif, sedangkan sisanya 23,48 persen memberikan  jawaban  tidak  efektif.  Masyarakat miskin tidak memperoleh bantuan Raskin setiap
periodenya. Hal ini terjadi karena lambatnya petunjuk teknis pelaksanaan tentang program Raskin dari Kabupaten, sehingga Kecamatan menjadi  kewalahan  dalam  melaksanakan penyaluran Raskin. Disamping itu Pelaksana Distribusi Raskin tingkat Desa mengalami kesulitan mengumpulkan uang warga. Selain daripada itu, lambatnya petugas Kecamatan Dalam hal ini Tim  Raskin  di  tingkat  Kecamatan  dalam mengurus pelaksanaan dan penyaluran Raskin dari Kabupaten hingga sampai titik distribusi hingga ditingkat Desa.Adanya pembayaran uang Raskin di muka juga membuat terhambatnya waktu penyaluran Raskin, karena setiap Desa
tentunya mengumpulkan uang terlebih dahulu ke pihak Kecamatan, baru disetorkan ke Kansilog, setelah  uang  lunas,  barulah  Kansilog  mau menyalurkan beras Raskin ke titik distribusi di Desa-desa. Sebetulnya harga yang ditetapkan belum
begitu terjangkau oleh semua masyarakat penerima Raskin, tetapi karena sudah ditetapkan oleh Desa dengan alasan telah melalui rapat Desa, masyarakat hanya bisa menerima saja. Dari pengamatan penulis di lapangan khususnya di Desa
Pantai Raja dan Kampung Pinang yang kehidupan masyarakatnya lebih miskin dari Desa lain, penulis jumpai banyak yang hanya mengambil separuh  saja  berasnya,  dan  separuhnya  lagi dijual ke pedagang untuk ditukarkan dengan uang kembali dengan harga berkisar Rp. 4.000 s/d 6.500/kg untuk dibelikan ikan dan kebutuhan
lain yang diperlukan. Seperti yang terjadi pada penyaluran bulan September 2012 untuk periode II dan III, setiap RTS yang seharusnya  menerima 15 kg x 6 bulan x Rp. 1.600 = 144.000, tetapi yang terjadi setiap RTS hanya menerima 10 kg
x 6 bulan x Rp. 2.500 = 150.000. Ini kelihatan sekali sangat memberatkan masyarakat penerima Raskin, sehingga banyak beras Raskin dijual kembali ke pedagang di warung-warung yang ada di desa. Selain daripada itu, adanya penambahan harga beras Raskin untuk pembelian plastik, karet dan operasional petugas Raskin juga menunjukkan  bahwa  program  Raskin  tidak  sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Pada petujuk teknis dengan jelas sudah diatur bahwa harga  beras  Raskin  Rp.  1.600,  tetapi  pada pelaksanaannya  menjadi  Rp.  2.500.  Hal  ini menandakan bahwa Tim Raskin baik Kabupaten maupun  Kecamatan tidak  tuntas  membahas segala permasalahan yang terjadi dilapangan, sehingga pada akhirnya masyarakat miskin itu sendiri yang menanggung beban biaya tersebut. Keluarga miskin tidak memperoleh bobot raskin yang sesuai ketentuan yang berlaku yaitu 15 kilogram setiap periode penerimaan. Ini di-
sebabkan karena data yang tidak akurat antara BPS dan data dari desa. Disamping itu juga ditemukan adanya anggapan dari masyarakat yang  ada  di  desa-desa  bahwa  program  ini merupakan program bagi-bagi dari pusat kepada masyarakat yang ada di desa, jadi masyarakat berpendapat bahwa semuanya berhak
mendapatkan program ini. Hal ini dapat terjadi karena kurangnya sosialisasi baik dari tingkat Kabupaten dan juga tingkat Kecamatan kepada masyarakat bahwa yang mendapat beras Raskin adalah betul-betul warga miskin yang ada di Desa. Pada akhirnya tujuan dan sasaran program Raskin yang diinginkan tidak tercapai.Kemudian adanya bobot Raskin yang tidak sesuai di beberapa  karung yang disalurkan Kansilog Kampar ke Desa-desa juga ikut mempengaruhi  bobot
penerimaan beras Raskin ke masyarakat. Raskin yang diberikan kepada masyarakat
dengan tujuanmengurangi beban kelurga miskin dan agar memperoleh hidup lebih layak lagi dan seimbang dengan masyarakat kebanyakan. Hal ini  apabila  masih  dirasakan  keberatan  bagi keluarga miskin berarti  tujuan program Raskin
masih belum tercapai.
1. Indikator kecukupan
Indikator kecukupan atas program Raskin yaitu seberapa jauh pencapaian hasil yang diinginkan dalam pemecahan masalah. Indikator kecukupan dapat diukur melalui:
a) Tingkat kemampuan RTM membeli beras berkualitas ;
b) Tingkat pengaruh Raskin terhadap pengeluaran mRTM. Tingkat  kecukupan  dari  pelaksanaan program Raskin di Kecamatan Pagaden  adalah  sebahagian besar responden memberikan jawaban Kecukupan  yaitu dengan rata-rata 46,02 persen, dan 40,91 persen memberikan jawaban kurang kecukupan, sedangkan sisanya
13,07 persen memberikan jawaban tidak kecukupan. Sebenarnya program beras Raskin ini meringankan  beban  keluarga  miskin  dalam membeli beras untuk  kebutuhan sehari-hari, sepanjang dalam pelaksanaanya tepat sasaran
yang diharapkan. Dapat dilihat bahwa masyarakat senang dengan adanya program ini, dan menyatakan  bahwa program  ini  harus  tetap dijalankan asalkan waktu pelaksanaan dan jumlahnya harus sesuai dengan ketentuan.
2. Indikator perataan
Perataan adalah suatu kebijakan otonomi daerah yang memberikan kewenangan dari daerah untuk menguasai dan mengelola sejumlah sumberdaya.Indikator perataan dapat diukur melalui :
a) Seluruh RTM memperoleh Raskin ;
b) Perlakuan yang sama untuk RTM ;
c) Raskin sesuai dengan kebutuhan RTM.
Tingkat perataan dari pelaksanaan program Raskin di Kecamatan Perhentian Raja adalah sebahagian besar responden memberikan jawaban sudah ada perataan yaitu dengan rata-rata 36,42 persen, dan 32,05 persen memberikan jawaban kurang perataan, sedangkan sisanya 31,53 persen memberikan jawaban tidak pera-
taan. Namun demikian perataan yang dilakukan oleh desa sebenarnya tidak sesuai dengan ketentuan karena masyarakat yang tidak miskin juga menerima program Raskin. Semua warga yang telah di data ulang oleh pihak desa, memperoleh
bantuan beras Raskin, hanya saja karena data warga miskin di desa lebih banyak dari data yang diajukan oleh BPS, beras Raskin yang diterima menjadi 10 kg setiap warga dengan alasan perataan.



Analisis Atas Hasil yang Dicapai Pelaksanaan Program
Dari beberapa penjelasan dan data yang penulis  dapatkan,  maka  dapat  pula  penulis lakukan  analisis  atas  hasil  evaluasi  (output) terhadap pelaksanaan program Raskin di Kecamatan Pagaden  yaitu sebagai berikut:
1. Kurangnya pemahaman tentang RTS Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam
dalam pentargetan ditemui adanya  kesalahan sasaran (mistargeting). Hal ini terindikasi dari adanya rumah tangga tidak miskin yang menjadi penerima Raskin (leakage). Beberapa faktor yang diperkirakan penyebab kesalahan sasaran adalah:
1) Tidak meratanya kapasitas pencacah yang tidak ditunjang oleh pelatihan dan bimbingan yang memadai;
2) Cukup tingginya subyektivitas pencacah dan juga ketua-ketua SLS (Satuan Lingkungan Setempat) yang bertugas mendaftar rumah tangga miskin;
3) Prosedur penyaringan rumah tangga miskin (RTS) tidak dilakukan secara seksama;
4) Pencacah tidak selalu mendatangi rumah tangga yang dicacah;
5) Konsep keluarga atau rumah tangga sasaran (RTS) Raskin tidak ditetapkan secara tegas.
6) Kurangnya koordinasi antara pencacah yang berasal dari BPS dengan aparat yang ada di RT/RW/Dusun/Desa Dari hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa :
1) Alokasi  pentargetan  kewilayahan  sampai tingkat kecamatan relatifbelum cukup baik, belum sesuai dengan jumlah penduduk miskinnya
2) Terdapat indikasi bahwa pendaftaran rumah tangga miskin susulan kurang selektif.
3) Adanya anggapan sebagian besar masyarakat, karena  program  ini  program  pusat,  oleh karena itu semua masyarakat berhak mendapatkan beras raskin Sebenarnya sebahagian masyarakat tahu siapa sasaran Raskin (RTS), akan tetapi karena kondisi dan pemahaman masyarakat, maka pada
pelaksanaannya  berdasarkan  kesepakatan warga mengambil kebijakan untuk membagi rata jatah Raskin pada semua warga. Pembagian jatah Raskin secara merata ini sebetulnya telah memberikan gambaran bahwa terjadi kesalahan
dalam  proses  pendataan  terhadap  keluarga miskin. Tidak adanya sinkronisasi data antara BPS dan aparat Desa serta tidak adanya aturan yang baku tentang kriteria rumah miskin, menjadi persoalan yang mendasar yang menyebabkan terjadinya kesalahpahaman mengenai Rumah Tangga sasaran. Ketika jatah Raskin didasarkan pada sistem alokasi menururt data dari Desa, maka  akan  terjadi  mekanisme  pengurangan jumlah beras yang diterima oleh rumah tangga sasaran Raskin.
2. Ketepatan sasaran Program Raskin Penentuan RTS yang dapat menerima Raskin adalah yang sudah diputuskan BPS, berupa kartu yang sudah ada nama dan alamatnya. Tetapi tetap saja ada warga miskin yang tidak dapat Raskin, karena  tidak  terdata  oleh  BPS.  Sebaliknya warga yang cukup mampu mendapatkan kartu
dari BPS,  sehinggamenimbulkan keresahan. Ini disebabkan karena kurangnya koordinasi antara BPS yang melakukan pendataan dengan aparat Desa setempat, akibatnya banyak pendataan yang tidak sesuai.Untuk mengatasi masalah ini kepala desa berperan dalam mengatur pembagian  Raskin  kepada  warganya.  Dari  segi
pendataan juga terdapat perbedaan antara BPS dan masyarakat miskin yang sebenarnya di Desa. Ini disebabkan kurangnya koordinasi antara BPS
dan Aparat Desa. Disamping itu juga adanya perbedaan kriteria masyarakat miskin menurut BPS dan masyarakat miskin menurut Desa juga melatarbelakangi tidak samanya data yang ada.
3. Manfaat Raskin yang diterima oleh RTS Secara umum tingkat kepuasan penerima
terhadap pelaksanaan Raskin  adalah kurang memuskan bagi penerima Raskin, ini disebabkan karena  pelaksanaanya  belum  sesuai  dengan petunjuk pelaksanaan program Raskin yang telah ditetapkan. Ada perbedaan penilaian terhadap
keberadaan Raskin. Sebagian besar tokoh masyarakat kurang setuju dengan adanya bantuan Raskin  ini  karena  menganggap  Raskin sebagai”program  yang  hanya  memberi  ikan, bukannya  kail”,  sedangkan  sebagian  tokoh masyarakat  lainnya  setuju  sepanjang  pelaksanaannya tepat sasaran. Sementara itu, dari sisi
masyarakat penerima itu sendiri merasa terbantu dengan keberadaan Raskin dan mereka menilai keberadaan program raskin tidak mempengarui semangat kerja mereka dalam meghidupi keluarga. Pedoman umum Raskin menunjukkan bahwa
tujuan program Raskinadalah mengurangi beban pengeluaran rumah tangga miskin melalui pemenuhan pembagian kebutuhan  pangan pokok dalam bentuk beras. Masyarakat(RTS) sangat senang,  merasa  mendapatkan  manfaat,  dan
terbantu dalam pemenuhan kebutuhan pangan pokok berupa beras. Hanya saja manfaat yang diterima masyarakat hanya bersifat sementara, artinya  bantuan Raskin ini, tidak dapat membuat masyarakat keluar dari garis kemiskinan. Selain
daripada itu, waktu yang terbatas membuat program Raskin tidak berjalan seagaimana mestinya. Pelaksanaan program Raskin terkesan dipaksakan. Keterbatasan waktu tersebut juga turut mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan masing- masing tahapan dan keseluruhan program.
4. Perubahan Kondisi RTS Setelah Mendapatkan Raskin Suatu program yang bertujuan mengubah sikap dan perilaku kelompok sasaran relatif lebih sulit diimplementasikan dari pada program yang sekedar memberikan bantuan kredit atau bantuan beras  kepada  kelompok  masyarakat  miskin (Subarsono,2005). Dengan adanya program Raskin, masyarakat yang tadinya tidak mampu membeli beras, diharapkan kemudian berubah
menjadi terbantu dan mampu untuk membeli karena harganya relatif murah. Perubahan yang diinginkan dengan adanya program ini, bagi RTS  mampu membeli beras untuk kebutuhan sehari-hari, walaupun pada kenyataannya  manfaat  yang  didapat  hanya sesaat, dan ternyata program ini belum mampu mengurangi tingkat kemiskinan di Kecamatan Pagaden .  Dan  dapat  dikatakan  juga bahwa bantuan Raskin ini belum mampu membuat keluarga miskin menjadi keluarga sejahtera
yang bebas dari fikiran hanya untuk membeli  beras dengan harga terjangkau di Kecamatan Pagaden  Seharusnya dalam membuat dan menjalankan sebuah program seperti program Raskin ini, yang perlu diperhatikan adalah adanya masukan dan keinginan masyarakat dalam memuaskan kebutuhan seperti kepuasan masyarakat terhadap bantuan Raskin, terpenuhinya kebutuhan beras bagi masyarakat, dan terjawabnya keluhan masyarakat akan kebutuhan pangan. Hal ini
sejalan dengan yang  disampaikan Dwiyanto (2002), bahwa kemampuan organisasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas layanan, mengembangkan program-program  pelayanan  publik  sesuai dengan  kebutuhan  dan  aspirasi  masyarakat merupakan hal yang perlu diperhatikan.








SIMPULAN
Pelaksanaan program bantuan Raskin ke pada keluarga miskin di Kecamatan Pagaden  dalam kategori kurang baik. Dilihat dari efektifitas pelaksanaan masuk dalam kategori kurang efektif ini berarti bahwa bantuan yang diterima belum meringankan beban keluarga miskin dalam membeli beras untuk kebutuhan
sehan-hari. Masyarakat belum memperoleh ban- tuan raskin dan pemerintah setiap periodenya. Harga yang ditetapkan walaupun masih terjangkau tetapi agak memberatkan keluarga miskin dan tidak sesuai dengan aturan yang berlaku. Dari
indikator kecukupan pelaksanaan program masuk dalam kategori belum mencukupi. Bantuan raskin tidak mampu mengurangi tingkat kemiskinan keluarga miskin. Dari indikator perataan pelaksanaan  masuk  dalam  kategori  kurang merata, artinya beras yang diberikan tidak disesuaikan dengan  banyaknya jumlah anggota
dalam sebuah keluarga.































DAFTAR RUJUKAN
Arifin, Bustanul. 2001. Ekonomi Politik dan Kebijakan  Publik.  Jakarta:  Gramedia
Widiasarana Indonesia Arikunto. 2004. Evaluasi Program Pendidikan:
Pedoman Teoritis bagi Praktisi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Dunn,  William.  2003.  Pengantar  Analisis Kebijakan  Publik.  Yogyakarta:  Gadjah
Mada Universitas Press. Dwiyanto. 2002. Reformasi Birokrasi Publik
di  Indonesia.  Yogyakarta:  Pusat  Studi Kependudukan dan Kebijakan UGM.
Yusuf Farida.  2008. Evaluasi Program dan Instrumen  Evaluasi  untuk  Program
Pendidikan  dan  Penelitian.  Jakarta: Rineka Cipta.